A. DEFINISI
MUDHARABAH
mudharabah
berasal dari kata al-dharb, yang berati
bepergian atau berjalan. Mudharabah disebut juga dengan qiradh artinya
penyamaan dan penyeimbangan. Sedangkan menurut istilah ulama’ berbeda pendapat
yakni:
1)
Menurut ulama’ syarikat mudhaarabah yaitu
akad (transaksi) antara dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta
kepada yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara
keduanya sesuai dengan kesepakatan.
2)
Menurut ulama’ syafi’iyah mudharabah adalah
akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk
ditijarahkan.
3)
Menurut hanafiyah mudharabah yaitu akad
syirkah dalam laba, satu pihak sebagai pemilik harta dan yang lain pemilik
jasa.
4)
Menurut malikiyah mudharabah yaitu akad
perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk
diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan.
5)
Menurut para fuqaha mudharabah adalah akad
antara dua pihak saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya
kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari
keuntungan.
6)
Sayyid sabiq berpendapat bahwa mudharabah
adalah akad antara dua belah pihak yang salah satu pihak mengeluarkan sejumlah
uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan
perjanjian.
7)
Menurut imam taqiyuddin mudharabah ialah
akad keuangan untuk dikelola, dikerjakan dengan perdagangan.
Dari definisi-definisi diatas dapat
disimpulkan bahwasanya mudharabah ialah akad antara pemilik modal (harta) dengan
pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah
pihak sesuai dengan kesepakatan.
B.
DASAR HUKUM MUDHARABAH
Melakukan kegiatan mudharabah adalah
boleh. Dasar hukumnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh ibnu majah dari
shuhaib r.a., bahwa brasulullah Saw telah bersabda: ada tiga perkara yang
diberkati: jual beli yang ditangguhkan, member modal, dan mencampur gandum
dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual. Diriwayatkan dari Daruquthni
bahwa Hakim Ibn Hizam apabila memberi
modal kepada seseorang, dia mensyaratkan: “harta jangan digunakan untuk membeli
binatang, jangan kamu bawa ke laut, dan jangan dibawa menyeberangi sungai,
apabila kamu lakukan salah satu dari larangan-larangan itu, maka kamu harus
bertanggung jawab pada hartaku.”
Mudharabah menurut Ibn Hajar telah
ada sejak zaman Rasulullah, beliau tahu dan mengakuinya, bahkan sebelum
diangkat menjadi Rasul, Muhammad telah melakukan mudharabah, yaitu Muhammad
mengadakan perjalanan ke Syam untuk menjual barang-barang milik khadijah r.a.,
yang kemudian menjadi istri beliau.
C.
RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH
Menurut ulama syafi’iyah rukun-rukun
mudharabah adalah sebagai berikut:
1)
Pemilik barang yang menyerahkan
barang-barangnya
2)
Orang yang bekerja yaitu orangyang
mengelola barang yang diterima dari pemilik barang.
3)
Aqad mudharabah, dilakukan oleh pemilik
dengan pengelola barang
4)
Mal, yaitu harta pokok atau modal
5)
Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta
sehingga menghasilkan laba
6)
Keuntungan
Menurut Sayyid Sabiq rukun dari mudharabah yaitu ijab dan qabul
yang di ucapakan oleh orang yang memiliki keahlian.
Syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai
berikut:
1)
Modal atau barang yang diserahkan berbentuk
uang tunai
2)
Bagi orang yang berakad disyaratkan mampu
melakukan tasharruf
3)
Modal harus jelas agar dapat dibedakan
antara modal yang diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan
tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati
4)
Keuntungan yang diperoleh harus jelas persentasenya
5)
Lafadz ijab dari pemilik modal dan qabul
dari si pengelola
6)
Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal
tidak mengikat pengelola harta untuk berdagang di Negara tertentu,
memperdagangkan barang-barang tertentu, dan pada waktu-waktu tertentu.
D. JENIS MUDHARABAH
Para ulama membagi mudharabah
menjadi dua jenis yaitu:
1.
Mudharabah Al Muthalaqah (Mudharabah bebas)
adalah system mudharabah dimana pemilik modal (investor/ shohib Al Mal )
menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan
waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan
kepada Mudharib (pengelola
modal) melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan.
2.
Mudharabah Al Muqayyadah (mudharabah terbatas) adalah pemilik modal
(investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha atau
tempat atau orang yang akan bertransaksi dengan mudharib.
Perbedaan antara kedua jenis di atas
terletak pada pembatasan penggunaan modal sesuai permintaan investor.
Ulama Hanafiyah dan Imam Ahmad membolehkan
member batasan dengan waktu dan orang, tetapi Ulama’ Syafi’iyah dan Malikiyah
melarangnya. Selain itu Ulama’ Hanafiyah dan Ahmad membolehkan akad apabila
dikaitkan dengan masa yang akan dating, seperti, ‘usahakan modal ini mulai bulan depan,’ sedangkan ulama
Syafi’iyah dan Malikiyah melarangnya.
E.
PERKARA YANG MEMBATALKAN
Mudharabah dianggap
batal apabila:
1.
Pembatalan, larangan berusaha, dan
pemecatan
Mudharabah menjadi
batal dengan adanya pembatalan mudharabah, larangan untuk mengusahakan (tasharruf), dan
pemecatan. Jika memenuhi persyaratan
dari pembatalan dan larangan.
2.
Salah seorang aqid meninggal dunia
Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa mudharabah
batal, jika salah seorang aqid meninggal dunia, baik pemilik modal maupun pemgusaha.
Karena mudharabah berhubungan dengan perwakilan yang akan batal dengan
meninggalnya wakil atau yang mewakilkan.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah tidak batal dengan
meninggalnya salah seorang yang melakukan akad, tetapi dapat diserahkan kepada
ahli warisnya, jika dapat dipercaya.
3.
Salah seorang aqid gila
Jumhur ulama berpendapat bahwa gila
membatalkan mudharabah, karena gila atau sejenisnya membatalkan keahlian dalam
mudharabah.
4.
Pemilik modal murtad
Menurut Abu Hanifah apabila pemilik modal
murtad (keluar dari islam) atau terbunuh dalam keadaan murtad, atau bergabung
dengan musuh serta telah diputuskan pleh hakim atas pembelotannya.
5.
Modal rusak di tangan pengusaha
Jika harta rusak sebelum dibelanjakan,
mudharabah menjadi batal. Karena modal harus dipegang oleh pengusaha. Jika
modal rusak, mudharabah batal. Begitu pula, mudharabah dianggap rusak jika
modal diberikan kepada orang lain atau dihabiskan sehingga tidak tersisa untuk
diusahakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar