Senin, 18 Juni 2012

ARTIKEL WADI’AH


A. Definisi Wadi’ah
Wadiah secara bahasa adalah meninggalkan atau meletakkan, yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga. Sedangkan secara istilah yaitu memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu. Ulama mendefinisikan wadi’ah sebagai berikut:
1)     Menurut Ulama Madzhab Hanafi wadioah yaitu mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang jelas maupun dengan menggunakan isyarat.
2)     Menurut Madzhab Hambali, syafi’I dan Maliki wadia’ah adalah mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu.
3) Menurut Hasbi As-Shidiqie wadi’ah adaalh akad yang intinya meminta pertolongan pada seseorang dalam memelihara harta penitip.
4)    Menurut Syaikh Al-Din Al-Qalyubi Wa Syaikh Umairah wadi’ah adalah benda yang diletakkan pada orang lain untuk dipelihara.
5)     Menurut Ibrahim Al-Bajuri wadi’ah adalah akad yang dilakuakn untuk penjagaan.
Dalam bidang ekonomi syari’ah wadi’ah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan tersebut.

B.  Rukun Wadi’ah
v  Muwaddi’ (orang yang menitipkan)
v  Wadii’ (orang yang dititipi barang)
v  Wadi’ah (barang yang dititipkan)
v  Shighot (ijab dan qabul)
Syarat dari muwaddi’ dan wadii’ yaitu harus baligh, berakall dan dewasa. Sedangkan syarat dari wadi’ah (barng yang dititipkan) yaitu harus berupa suatu harta yang berada dalam kekuasaan atau tangannya secara nyata. Sifat dari akad wadi’ah ini yaitu atas dasar tolong menolong, dan itu merupakan hak dari wadi’.
C.   Dasar Hukum Wadi’ah
1.      Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah ayat 283:
÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3
“..... jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah orang yang dipercayai itu menunaiakn amanahnya (titipannya) dan hendaklah ia bertakwa kepada tuyhannya...”.
2.      Hadis
Berkata Rasulullah SAW: “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi menurut hadist ini hasan sedangkan Imam Hakim mengkategorikannya shahih).
3.      Ijma’
Para tokoh ulama Islam sepanjang zaman telah berijma (konsensus) akan legitimasi al-Wadiah, karena kebutuhan manusia terhadapnya hal ini jelas terlibat seperti yang dikutip Dr. Wehbah Azzuhaily dalam al Fiqh al Islami wa adillatuhu dari al-Mughni wa syarh Kabir Li Ibn Qudamah dan al-Mabsuth Imam Sarakshsy.
D.  Jenis Wadi’ah
Wadiah sendiri dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Wadiah Yad Dhamanah - wadiah di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya.
2) Wadiah Yad Amanah - wadiah di mana si penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut.
Wadi`ah dalam presfektif pelaksanaan perbankan islam hampir bersamaan dengan al-qardh yaitu pemberian harta atas dasar sosial untuk dimanfaatkan dan harus dibayar dengan sejenisnya.  Juga hampir sama dengan al-iddikhar yakni menyisihkan sebahagian dari pemasukan untuk disimpan dengan tujuan investasi.  Keduanya sama-sama akad tabarru yang jadi perbedaan terdapat pada orang yang terlibat didalmnya dimana dalam wadi`ah pemberi jasa adalah mudi`, sedangkan dalam al-qardh pemberi jasa adalah muqridh (pemberi pinjaman).
E.   Jenis Barang Yang DiWadi’ahkan
Dalam kehidupan kita masa sekarang ini bahkan mungkin sejak adanya bank kompensional kita mungkin hanya mengenal tabungan/wadi`ah itu hanya berbentuk uang, tapi sebenarnya tidak, masih banyak lagi barang yang bisa kita wadi`ahkan seperti :
1)   Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional tempat penyimpanannya dikenal dengan Safety Box sutu tempat/kotak dimana nasabah bisa menyimpan barang apa saja kedalam kotak tersebut.
2)       Uang, jelas sebagaimana yang telah kita lakukan pada umumnya.
3)     Dokumen (Saham, Obligasi, Bilyet giro, Surat perjanjian Mudhorobah dll)
4)     Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap berharga mempunyai nilai uang)

F.   Aplikasi Wadi’ah Dalam Perbankan
Keynes mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang karena : Transaksi, Cadangan dan Investasi, sehingga perbankan menyesuaikannya  dalam penghimpunan dananya selain bersumber dari modal dasar juga melalui produk tunggal yaitu wadi`ah (tabungan) namun dalam prakteknya setiap bank berbeda, ada yang seperti giro ada yang seperti deposito.   Dilihat dari sunber modal yang terbesar selain modal dasar tadi maka wadi`ah dapat dibagi kedalam, Wadi`ah Jariyah/Tahta Thalab dan Wadi`ah Iddikhariyah/Al-Taufir keduanya termasuk kedalam TITIPAN yang sifatnya biasa.
Menurut Antonio kedua simpanan ini mempunyai karakteristik yakni harta/uang yang dititipkan boleh dimanfaatkan, pihak bank boleh memberikan imbalan berdasarkan kewenangan menajemennya tanpa ada perjanjian sebelumnya dan simpanan ini dalam perbankan dapat disamakan dengan giro dan tabungan. Wadi`ah Istitsmariyah (TITIPAN INVESTASI), seperti halnya wadi`ah yang terbagi atas dua jenis, maka titipan investasi inipun terbagi atas dua bahagian juga yaitu : General Investment (investasi umum) dan special Investment (investasi khusus)
Kedua jenis investasi ini mempunyai perbedaan yang terletak pada  Shahib Al-malnya da Al-Malnya dalam praktek penginvestasiannya.

ARTIKEL KERJA SAMA (SYIRKAH)


1.        Definisi Syirkah
Secara bahasa kerja sama (syirkah) berarti campur atau percampuran. Itu merupakan pendapat dari Taqiyuddin. Disini Yang dimaksud dengan percampuran adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan kerja sama (syirkah), para fuqaha berbeda pendapat yakni:
v                Sayyid Sabiq berpendapat bahwa kerja sama (syirkah) yaitu akad      antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan.
v     Menurut Muhammad al-Syarbani al-Khatib, yang dimaksud kerja sama (syirkah) adalah ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).
v          Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini mengatakan bahwa yang dimaksud dengan syirkah yaitu penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang telah diketahui.
v            Syihab al-Din mendefinisikan kerja sama atau syirkah yaitu penetapan hak pada sesuatu bagi dua orang atau lebih.
v          Idris Ahmad menyebutkan bahwa syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntugan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.
Setelah melihat definisi-definisi syirkah menurut para ulama diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan syirkah yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dalam usaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama-sama.
Adapun yang dijadiakan sebagai dasar hokum dari kerja sama atau syirkah menurut para ulama’ adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Hurairah dari nabi saw bersabada: aku jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu tidak khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat kepada pihak yang lain, maka keluarkanlah aku darinya.
2.      RUKUN DAN SYARAT SYIRKAH
Menurut ulama’ Hanafiyah rukun dari kerja sama (syirkah) adalah ijab dan qabul karena ijab qabul (akad) yang menentukan adalah syirkah. Sedangkan syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut ulama hanafiyah adalah sebagai berikut:
1)     Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Ada 2 (dua) syarat yakni a) benda yang diakadkan harus diterima sebagai perwakilan, b) pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui oleh dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan lainnya.
2)     Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal terdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu: a) modal yang dijadikan obyek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), b) yang dijadikan modal ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama atau tidak.
3)     Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, dalam mufawadhah disyaratkan: a) modal (pokok harta) harus sama, b) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah, c) obyek yang dijadikan akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
Menurut Malikiyah syarat-syarat dari syirkah yaitu merdeka, baligh, dan pintar (rusyd). Syafi’iyah mengatakan bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah inan, sedangkan syirkah yang lain adalah batal. Sedangkan abd al-rahman al-jaziri mengatakan rukun  syirkah adalah dua orang yang berserikat, shighat dan objek syirkah baik harta maupun kerja.
3.      MACAM-MACAM SYIRKAH
Menurut hanafiyah secara garis besar syirkah dibagi menjadi dua bagian yaitu syirkah milk dan syirkah ‘uqud.
1)     Syirkah milk adalah ibarat dua orang atau lebih memilikkan suatu benda kepada yang lain tanpa ada akad syirkah. Syirkah milk di bagi menjadi dua macam yaitu:
a.  Syirkah milk jabar adalah berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu benda secara paksa.
b.  Syirkah milk ikhtiar adalah berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan benda dengan ikhtiyar keduanya.
2)     Syirkah ‘uqud adalah ibarat akad yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk berserikat dalam harta dan keuntungan. Syirkah ‘uqud di bagi menjadi tiga macam yaitu:
a.  Syirkah ‘uqud al-mal adalah kesepakatan dua orang atau lebih untuk menyerahkan harta mereka masing-masing supaya memperoleh hasil dengan cara mengelola harta itu, bagi setiap yang berserikat memperoleh bagian yang ditentukan dari keuntungan.
b.  Syirkah ‘uqud bi al awdan
c.  Syirkah ‘uqud bi al-wujuh adalah kesepakatan dua orang yang berserikat atau pihak yang tidak ada harta di dalamnya tetapi keduanya sama-sama berusaha.
Menurut Malikiyah, syirkah di bagi menjadi tiga macam yaitu:
a.  Syirkah al-irts adalah berkumpulnya para pewaris dalam memiliki benda dengan cara pewarisan.
b.  Syirkah al-ghanimah ialah berkumpulnya para tentara dalam pemilikan ghanimah.
c.  Syirkah al-mutaba’ain syai’a bainahuma adalah dua orang atau lebih berkumpul dalam pembelian rumah dan yang lainnya.
Menurut Hanabilah, syirkah dibagi menjadi dua macam yaitu syirkah fi al-mal dan syirkah fi al-‘uqud.
4.      CARA MEMBAGI KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Cara membagi keuntungan atau kerugian tergantung besar dan kecilnya modal yang mereka tanamkan.
Contoh Cara membagi keuntungan:
Nama
Anggota
Pokok
Masing-masing
Jumlah
pokok
Untung
Persentase
Untung
Majid
Rp 1.500


1/10 x 1/4 x
6,00 = 1/4x
600 = Rp 150
Tamami
Rp 1.000
Rp 6.000
Rp 600
1/10 x 1/6 x
6.000 = 1/6 x
60 =m Rp 100
Karson
Rp 500


1/10 x 1/12 x
6.000 = 1/12 x
600 = Rp 50
Lilian
Rp 3.000


1/10 x 1/2 x
6.000 = 1/2 x
60 = Rp 300